Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Jam Kerja yang Wajib Anda Pahami dan Jalankan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dapat mencakup banyak hal. Beberapa diantaranya yaitu membahas tentang jam kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, upah, pesangon, PHK, cuti, dan hal lainnya yang berhubungan dengan ketenagakerjaan di Indonesia dan luar negeri. Peraturan dari Menaketrans ini dibuat untuk mensejahterakan para pekerja dan menciptakan keteraturan.

Salah satu peraturan yang cukup penting adalah mengenai jam kerja. Seperti yang sudah umum berlaku, jam kerja merupakan waktu yang harus dilalui para pekerja untuk melakukan tugas-tugasnya sebelum akhirnya diizinkan untuk meninggalkan tempat bekerja.

Jam kerja ini diberlakukan suatu perusahaan agar para pekerja atau karyawan memiliki keteraturan dan disiplin terhadap waktu. Selama jam kerja ini biasanya karyawan tidak akan diizinkan untuk melakukan hal lain diluar tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai seorang karyawan.

Peraturan yang ditetapkan Menteri Tenaga Kerja mengenai jam kerja dimaksudkan agar setiap perusahaan yang ada di Indonesia dapat menetapkan jam kerja yang sesuai. Dalam artian, ada batas-batas tertentu dalam hal penetapan jam kerja. Peraturan jam kerja ini dibuat agar tidak ada penyelewengan yang memberlakukan jam kerja yang berlebihan dan tidak memperhatikan hak-hak pekerja.

Aturan Tentang Jam Kerja yang Harus Direalisasikan oleh Perusahaan

Tentu sangat melelahkan bila jam kerja yang diberlakukan diluar batas kewajaran, yang tentunya hanya merugikan para karyawan. Bekerja seharian, ditambah lagi dengan jam lembur harus memperhatikan ketentuan yang ada. Setiap karyawan harus mendapatkan jam kerja yang pantas, dan terdapat jam istirahat di sela-sela waktu bekerja untuk keperluan istirahat, makan, ataupun untuk beribadah.

Mungkin banyak yang mempertanyakan berapa lama jam kerja karyawan sebenarnya dalam sehari. Lama jam kerja ini telah diatur oleh UU No. 13 tahun 2003, yaitu yang tertera dalam Pasal 77 ayat 1.

Disini dijelaskan bahwa jam kerja karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu dikenakan 7 jam kerja dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu. Sementara jam kera karyawan yang bekerja 5 hari dalam seminggu dikenakan 8 jam kerja dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu. Jam kerja ini dapat dilakukan siang atau malam hari, dan digunakan untuk melaksanakan pekerjaan.

Jam kerja yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah tersebut tidak berlaku untuk sektor usaha tertentu, seperti pada pekerjaan sopir angkutan dalam jarak yang jauh, pengeboran minyak di lepas pantai, penerbangan dengan jarak jauh, pekerja di laut atau kapal, dan sebagainya. Ini karena jam kerja untuk sektor usaha tersebut mesti memperhatikan situasi dan kondisi yang ada. Tentunya jam kerja umum tidak sesuai diberlakukan pada sektor usaha ini.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja telah jelas mengenai jam kerja ini. Lalu, bagaimana jika seorang karyawan bekerja melebihi dari jumlah jam kerja yang telah ditetapkan. Jika hal itu terjadi, maka karyawan dianggap tengah melakukan kerja lembur. Tentunya untuk setiap kerja lembur akan mendapat bonus atau upah lembur yang pantas.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tentang Sistem Kerja Shift

Bagaimana dengan jenis usaha atau pekerjaan yang harus dijalankan secara berkelanjutan? Seperti yang diketahui, ada jenis perkerjaan yang harus berlangsung terus-menerus, karena jika terhenti akan berakibat buruk terhadap kelangsungan perusahaan.

Untuk kondisi ini, bisa diberlakukan sistem kerja yang terbagi dalam shift-shift tertentu, sehingga para karyawan tetap mendapatkan jam kerja yang pantas dan bisa bergantian menikmati hari libur.

Pembagian waktu kerja mengacu pada UU No. 13 tahun 2003, dimana disini telah ditetapkan jumlah jam kerja yang layak tetapi belum menerangkan kapan jam kerja dimulai dan berakhir. Untuk penentuan kapan waktu bekerja dimulai dan kapan harus berakhir biasanya ditentukan oleh pihak perusahaan dan biasanya tercantum dalam surat perjanjian kerja.

Waktu kerja ini biasanya dicantumkan dalam PP (Peraturan Perusahaan) atau PKB (Perjanjian Kerja Bersama, sebagaimana yang telah tertuang dalam Pasal 108 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 yang menyebutkan PP atau PKB akan mulai berlaku sejak disahkan oleh Disnaker atau pejabat yang diberi wewenang.

Aturan Menteri Tentang Jam Kerja Lembur

Walaupun telah menetapkan kapan jam kerja berakhir, tetapi adakalanya jam lembur perlu diambil untuk melanjutkan pekerjaan.

Jam lembur ini biasanya dilakukan diluar jam istirahat mingguan atau libur nasional. Jam lembur ini juga mempunyai aturan jumlah yang layak, yaitu sebanyak 3 jam dalam sehari atau 14 jam dalam seminggu.

Jam lembur juga harus dalam jumlah yang tidak melewati batas kewajaran, sehingga tidak membuat karyawan kelelahan.
Untuk panggilan kerja mendadak di luar jam kerja haruslah memuat persyaratan yang tidak merugikan kedua belah pihak.

Pemanggilan ini harus telah disepakati sebelumnya dan mendapat persetujuan karyawan. Panggilan kerja dengan tiba-tiba harus pada kondisi darurat, yaitu pada kondisi yang bisa membahayakan kelangsungan perusahaan jika tidak segera diselesaikan.

Penyelesaian pekerjaan ini berlaku penting bagi perusahaan sehingga memerlukan tenaga kerja di luar jam kerja, tetapi tetap harus memperhatikan saran yang diberikan Serikat Pekerjaan sehingga tidak merugikan karyawan atau pun perusahaan.

Satu hal lain yang juga penting yaitu mengenai jam istirahat, dimana perihal ini ada di Pasal 79 UU No. 13 tahun 2003. Disebutkan bahwa jam istirahat yang perlu diberikan kepada pekerja yaitu minimal 30 menit setelah melakukan pekerjaan selama 4 jam.

Selain jam istirahat, para pekerja juga berhak untuk diberi waktu melaksanakan ibadah, seperti pada Pasal 80 UU No. 13 tahun 2013. Pekerja harus diberi waktu secukupnya untuk beribadah, sehingga para karyawan muslim bisa menunaikan ibadah sholat ketika waktu sholat masuk di tengah-tengah pekerjaan.

baca juga : Regulasi dan Peraturan tentang Tenaga Kontrak dan Outsourcing